MAKALH TENTANG HIV-AIDS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Sejak dilaporkan pertama kali pada tahun 1987, jumlah kasus HIV dan AIDS terus bertambah di Indonesia. Menurut data Kemenkes RI, pada akhir Juni 2011 dilaporkan sebanyak 26.483 kasus AIDS, sebanyak 78% diantaranya berusia reproduksi aktif (20-39 tahun). Pada tahun 2009 diperkirakan jumlah orang yang terinfeksi HIV sudah mencapai 298.000 orang dengan 25% diantaranya adalah perempuan. Kondisi ini menunjukkan telah terjadi feminisasi epidemi HIV di Indonesia. Dari hasil proyeksi HIV yang dibuat KPAN, diperkirakan pada waktu mendatang akan terdapat peningkatan prevalensi HIV pada populasi usia 15-49 tahun dari 0,22% pada tahun 2008 menjadi 0,37% di tahun 2014; serta peningkatan jumlah infeksi baru HIV pada perempuan, sehingga akan berdampak meningkatnya jumlah infeksi HIV pada anak. Menurut estimasi Depkes, pada tahun 2009 terdapat 3.045 kasus baru HIV pada anak dengan kasus kumulatif 7.546; sedangkan pada tahun 2014 diperkirakan terdapat 5.775 kasus baru dengan 34.287 kasus kumulatif anak HIV di seluruh Indonesia.
Penyakit HIV&AIDS sampai saat ini belum bisa disembuhkan, tetapi terapi dari HIV&AIDS dapat membantu individu agar tetap mempertahankan imunitasnya. Virus ini dapat ditularkan melalui pemakaian jarum suntik tidak steril secara bergantian, donor darah, hubungan homoseksual maupun heteroseksual, seks dengan berganti-ganti pasangan. Semakin meningkatnya penyakit HIV&AIDS di seluruh Negara menyebabkan diperlukannya program-program khusus untk menahan laju penularannya.
Penyakit HIV&AIDS merupakan pandemi yang sedang dialami oleh seluruh negara. Peningkatan jumlah orang dengan HIV/ AIDS dari 36,6 juta orang pada tahun 2002 menjadi 39,4 juta orang pada tahun 2004. Pada tahun 2005 jumlah penduduk dunia yang terinfeksi HIV adalah 40,3 juta. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur menjelaskan kepada media bahwa peningkatan jumlah penderita ini bukan hanya dari penderita HIV/AIDS yang baru, namun kebanyakan karena banyaknya Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) yang akhirnya ditemukan sebagai penderita. Layaknya fenomena gunung es, bahwa jumlah ODHA diperkirakan sebanyak 20.810 orang, namun yang telah dilaporkan hanya hanya sekitar 11%. Surabaya sebagai ibukota Jawa Timur menempati urutan pertama dengan jumlah kasus HIV/AIDS terbanyak yakni sebanyak 527 kasus AIDS, kemudian disusul dengan Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan, Kota Malang, dan Kabupaten Malang.
Stigma masyarakat ini perlu di minimalisir karena dapat memojokkan ODHA. Memanusiakan ODHA merupakan salah satu cara meminimalisir perkembangan virus, karena dengan adanya dukungan dari masyarakat, ODHA pun akan melaksanakan pengobatan tanpa harus menghadapi tekanan malu terhadap umum. Salah satu jalan masuk seseorang untuk mengetahui status HIV adalah melalui konseling dan testing HIV, terdapat beberapa macam diantaranya adalah Voluntary Counselling and Testing (VCT) dan Provider-Initiated Testing and Counselling (PITC). Dua layanan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pemahaman individu tentang status dan penyakit HIV&AIDS, dapat meminimalisir stigma dan diskriminasi ODHA, dan mengurangi laju penyebaran penyakit ini.
Kondisi di atas menunjukkan pentingnya implementasi program prevention of mother to child transmission of HIV (PMTCT) yang bertujuan untuk menyelamatkan ibu dan bayi dari infeksi HIV. Program PMTCT komprehensif berupaya meningkatkan kepedulian dan pengetahuan perempuan perempuan usia reproduktif tentang HIV dan AIDS; meningkatkan akses perempuan hamil untuk mendapatkan layanan konseling dan testing HIV (VCT); meningkatkan akses perempuan hamil HIV positif untuk mendapatkan layanan pengurangan risiko penularan HIV ke bayinya (dari semula 25 – 45 persen menjadi sekitar 2 persen); serta meningkatkan akses perempuan HIV positif dan keluarganya untuk mendapatkan layanan psikologis dan sosial agar kualitas hidupnya terjaga.
1.3         Tujuan
Adapun tujuan penulis mengangkat masalah AIDS dalam Makalah ini adalah:
1.        Untuk mengetahui HIV/AIDS tersebut.
2.        Agar mengerti tentang penyebaran dan tanda-tanda terserang HIV/AIDS.
3.        Supaya memahami cara pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS tersebut.
4.        Memberi saran agar tidak terkena HIV/AIDS.
1.3         Manfaat
Adapun manfaat yang ingin saya sampaikan  adalah untuk memberikan informasi kepada para pembaca , utamanya bagi sesama pelajar dan generasi muda tentang AIDS, sehingga dengan demikian kita semua berusaha untuk menghindarkan diri dari segala sesuatu yang bisa saja menyebabkan penyakit AIDS.  Dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahaya dan akibat dari HIV/AIDS itu.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1         Pengertian
A.      HIV/AIDS
Pengertian HIV merupakan singkatan dari 'Human Immunodeficiency Virus'. HIV adalah suatu virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi. Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun.
Atau HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages– komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit-penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai "infeksi oportunistik" karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.
Sedangkan Definisi AIDS adalah singkatan dari 'Acquired Immunodeficiency Syndrome / Acquired Immune Deficiency Syndrome' yang menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditahbiskan sebagai penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS.
B.       Voluntary Counselling and Testing (VCT)           
Voluntary Counselling and Testing atau yang lebih dikenal dengan VCT HIV & AIDS merupakan salah satu program yang dilaksanakan dalam upaya mencegah penyebaran penyakit HIV & AIDS. Voluntary Counselling and Testing (VCT) merupakan entry point untuk memberikan perawatan, dukungan dan pengobatan bagi ODHA. VCT juga merupakan salah satu model untuk memberikan informasi secara menyeluruh dan dukungan untuk merubah perilaku berisiko serta mencegah penularan HIV/AIDS. (Haruddin, dkk., 2007)
Voluntary Counselling and Testing (VCT) adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor dan kliennya dengan tujuan mencegah penularan. (Nursalam, 2007)         
WHO menyatakan bahwa VCT atau CITC (Client-Initiated Testing and Counselling) merupakan pendekatan primer dalam konseling dan tes HIV & AIDS yang ditekankan pada pengkajian dan menejemen dari perilaku beresiko, memberikan pengetahuan tentang isu-isu dan informasi seperti keinginan dan implikasi untuk melakukan tes, dan strategi-strategi untuk mengurangi perilaku-perilaku beresiko dengan partisipasi klien secara aktif dating ke pelayanan kesehatan secara sukarela. Konseling dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan tes untuk mendiagnosa HIV & AIDS, jika didapatkan hasil tes positif maka konseling akan mengarah pada perawatan, terapi dan pelayanan pendukung lainnya.
C.       Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT)
Menurut Depkes RI (2008), Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT) atau Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA), merupakan program pemerintah untuk mencegah penularan virus HIV/AIDS dari ibu ke bayi yang dikandungnya. Program tersebut mencegah terjadinya penularan pada perempuan usia produktif, kehamilan dengan HIV positif, penularan dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya. Prevalensi kasus AIDS lebih besar karena merupakan kewajiban untuk melaporkan kasus kematian karena AIDS, tetapi kasus HIV cenderung untuk tidak dilaporkan. Kecenderungan tidak melaporkan ini secara tidak langsung menunjukkan masih besarnya stigma terhadap HIV/AIDS di masyarakat. Seperti fenomena gunung es, kasus HIV yang ada di masyarakat kemungkinan jauh  lebih besar daripada yang dilaporkan.
2.2         Etiologi
HIV ialah retrovirus yang di sebut lymphadenopathy Associated virus (LAV) atau human T-cell leukemia virus 111  (HTLV-111) yang juga di sebut human T-cell lymphotrophic virus (retrovirus) LAV di temukan oleh montagnier dkk. Pada tahun 1983 di prancis, sedangkan HTLV-111 di temukan oleh Gallo di amerika serikat pada tahun berikutnya. Virus yang sama ini ternyata banyak di temukan di afrika tengah. Sebuah penelitian pada 200 monyet hijau afrika,70% dalam darahnya mengandung virus tersebut tampa menimbulkan penyakit. Nama lain virus tersebut ialah HIV.
HIV terdiri atas HIV-1 dan HIV-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri atas dua untaian RNA dalam inti protein yang di lindungi envelop lipid asal sel hospes.
Virus AIDS bersifat limpotropik khas dan mempunyai kemampuan untuk merusak sel darah putih spesifik yang di sebut limposit T-helper atau limposit pembawa factor T4 (CD4). Virus ini dapat mengakibatkan penurunan jumlah limposit T-helper secara progresif dan menimbulkan imunodefisiensi serta untuk selanjut terjadi infeksi sekunder atau oportunistik oleh kuman,jamur, virus dan parasit serta neoplasma. Sekali virus AIDS menginfeksi seseorang, maka virus tersebut akan berada dalam tubuh korban untuk seumur hidup. Badan penderita akan mengadakan reaksi terhapat invasi virus AIDS dengan jalan membentuk antibodi spesifik, yaitu antibodi HIV, yang agaknya tidak dapat menetralisasi virus tersebut dengan cara-cara yang biasa sehingga penderita tetap akan merupakan individu yang infektif dan merupakan bahaya yang dapat menularkan virusnya pada orang lain di sekelilingnya. Kebanyakan orang yang terinfeksi oleh virus AIDS hanya sedikit yang menderita sakit atau sama sekali tidak sakit, akan tetapi pada beberapa orang perjalanan sakit dapat berlangsung dan berkembang menjadi AIDS yang full-blown.
2.3         Patofisiologi Virus HIV/AIDS
A.      Mekanisme system imun yang normal
Sistem imun melindungi tubuh dengan cara  mengenali bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh, dan bereaksi terhadapnya. Ketika system imun melemah atau rusak oleh virus seperti virus HIV, tubuh akan lebih mudah terkena infeksi oportunistik. System imun terdiri atas organ dan jaringan limfoid, termasuk di dalamnya sumsum tulang, thymus, nodus limfa, limfa, tonsil, adenoid, appendix, darah, dan limfa. Berikut merupakan imunitas dala tubuh:
1.         Sel B
Fungsi utama sel B adalah sebagai imunitas antobodi humoral. Masing-masing sel B mampu mengenali antigen spesifik dan mempunyai kemampuan untuk mensekresi antibodi  spesifik. Antibody bekerja dengan cara membungkus antigen, membuat antigen lebih mudah untuk difagositosis (proses penelanan dan pencernaan antigen oleh leukosit dan makrofag. Atau dengan membungkus antigen dan memicu system komplemen (yang berhubungan dengan respon inflamasi).
2.         Limfosit T
Limfosit T atau sel T mempunyai 2 fungsi utama yaitu :
a.         Regulasi sitem imun.
b.        Membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus.
Masing-masing sel T mempunyai marker permukaan seperti CD4+, CD8+, dan CD3+, yang membedakannya dengan sel lain. Sel CD4+ adalah sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer sel dan makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD8membunuh sel yang terinfeksi oleh virus atau bakteri seperti sel kanker.
3.         Fagosit.
4.         Komplemen
B.       Penjelasan dan komponen utama dari siklus hidup virus HIV
Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen funsional dan structural. Tiga gen tersebut yaitu gagpol, dan envGag berarti group antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah kepanjangan darienvelope (Hoffmann, Rockhstroh, Kamps,2006). Gen gag mengode protein inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase, protease, integrase. Gen envmengode komponen structural HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif, vpu, dan vpr.
1.1     Siklus Hidup  HIV
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek; hal ini berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel pejamu beru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrite pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah papran, dimana replikasi virus menjadi semakin cepat. Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu :
a.         Masuk dan mengikat.
b.        Reverse transkripstase.
c.         Replikasi
d.        Budding.
e.         Maturasi
C.       Tipe dan sub-tipe dari virus HIV.
Ada 2 tipe HIV yang menyebabkan AIDS: HIV-1 yang HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat karena reflikasi lebih cepat. Berbagai macam subtype dari HIV-1 telah d temukan dalam daerah geografis yang spesifik dan kelompok spesifik resiko tinggi Individu dapat terinfeksi oleh subtipe yang berbeda. Berikut adalah subtipe HIV-1 dan distribusi geografisnya:
a.         Sub tipe A: Afrika tengah
b.         Sub tipe B: Amerika selatan,brasil,rusia,Thailand
c.         Sub tipe C: Brasil,india,afrika selatan
d.        Sub tipe D: Afrika tengah
e.         Sub tipe E:Thailand,afrika tengah
f.          Sub tipe F: Brasil,Rumania,Zaire
g.         Sub tipe G: Zaire,gabon,Thailand
h.         Sub tipe H: Zaire,gabon
i.           Sub tipe O: Kamerun,gabon
j.           Sub tipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari semua infeksi HIV baru d seluruh dunia.
D.      Efek dari virus HIV terhadap system imun
Infeksi Primer atau Sindrom Retroviral Akut (Kategori Klinis A) Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu di mana HIV pertama kali masuk ke dalam tubuh. Pada waktu terjadi infeksi primer, darah pasien menunjukkan jumlah virus yang sangat tinggi, ini berarti banyak virus lain di dalam darah.
Sejumlah virus dalam darah atau plasma per millimeter mencapai 1 juta. Orang dewasa yang baru terinfeksi sering menunjukkan sindrom retroviral akut.
Tanda dan gejala dari sindrom retrovirol akut ini meliputi : panas, nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah, diare, berkeringat di malam hari, kehilangan berat badan, dan timbul ruam. Tanda dan gejala tersebut biasanya muncul dan terjadi 2-4 minggu setelah infeksi, kemudian hilang atau menurun setelah beberapa hari dan sering salah terdeteksi sebagai influenza atau infeksi mononucleosis.
Selama imfeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4+ yang ada di nodus limfa dan thymus. Keadaan tersebut membuat individu yang terinfeksi HIV rentan terkena infeksi oportunistik dan membatasi kemampuan thymus untuk memproduksi limfosit T. Tes  antibody HIV dengan menggunakan enzyme linked imunoabsorbent assay(EIA) akan menunjukkan hasil positif.
E.       Cara penularan HIV/AIDS
Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu :
1.         Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lender vagina, penis, dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah (PELKESI, 1995). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Syaiful, 2000).
2.         Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50% (PELKESI, 1995). Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfuse fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan (Lily V, 2004).
3.         Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
4.         Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum,tenakulum, dan alat-alat lain yang darah,cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV,dan langsung di gunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV.(PELKESI,1995).
5.         Alat-alat untuk menoleh kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum,pisau,silet,menyunat seseorang, membuat tato,memotong rambut,dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin di pakai tampa disterilkan terlebih dahulu.
6.         Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang di gunakan di fasilitas kesehatan,maupun yang di gunakan oleh parah pengguna narkoba (injecting drug user-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama juga mengguna tempat penyampur, pengaduk,dan gelas pengoplos obat,sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan
HIV tidak menular melalui peralatan makan,pakaian,handuk,sapu tangan,toilet yang di pakai secara bersama-sama,berpelukan di pipi,berjabat tangan,hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk,dan hubungan social.
2.4         Faktor Penyebab HIV/AIDS
Penyebab timbulnya penyakit AIDS belum dapat dijelaskan sepenuhnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa virus HIV telah ada di dalam tubuh sebelum munculnya penyakit AIDS ini. Namun kenyataan bahwa tidak semua orang yang terinfeksi virus HIV ini terjangkit penyakit AIDS menunjukkan bahwa ada faktor-faktor lain yang berperan di sini.
a.         Jarum suntik dan prostitusi merupakan faktor terbesar.
b.        Penggunaan alkohol dan obat bius, kurang gizi, tingkat stress yang tinggi dan adanya penyakit lain terutama penyakit yang ditularkan lewat alat kelamin merupakan faktor-faktor yang mungkin berperan.
c.         Faktor yang lain adalah waktu. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kesempatan untuk terkena AIDS meningkat, bukannya menurun dikarenakan faktor waktu.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darahair manicairan vaginacairan preseminal, danair susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupunoral), transfusi darahjarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selamakehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
2.5         Penatalaksanaan HIV/AIDS
Penatalaksanaan HIV -AIDS pada dasarnya meliputi aspek Medis Klinis, Psikologis dan Aspek Sosial.
A.      Aspek Medis meliputi :
1.         Pengobatan Suportif.
Penilaian gizi penderita sangat perlu dilakukan dari awal sehingga tidak terjadi hal hal yang berlebihan dalam pemberian nutrisi atau terjadi kekurangan nutrisi yang dapat menyebabkan perburukan keadaan penderita dengan cepat. Penyajian makanan hendaknya bervariatif sehingga penderita dapat tetap berselera makan. Bila nafsu makan penderita sangat menurun dapat dipertimbangkan pemakaian obat Anabolik Steroid. Proses Penyedian makanan sangat perlu diperhatikan agar pada saat proses tidak terjadi penularan yang fatal tanpa kita sadari. Seperti misalnya pemakaian alat-alat memasak, pisau untuk memotong daging tidak boleh digunakan untuk mengupas buah, hal ini di maksudkan untuk mencegah terjadinya penularan Toksoplasma, begitu juga sebaliknya untuk mencegah penularan jamur.
2.         Pencegahan dan pengobatan infeksi Oportunistik.
Meliputi penyakit infeksi Oportunistik yang sering terdapat pada penderita infeksi HIV dan AIDS.
a.         Tuberkulosis
Sejak epidemi AIDS maka kasus TBC meningkat kembali. Dosis INH 300 mg setiap hari dengan vit B6 50 mg paling tidak untuk masa satu tahun.
b.        Toksoplasmosis
Sangat perlu diperhatikan makanan yang kurang masak terutama daging yang kurang matang. Obat :  TMP-SMX  1 dosis/hari.
c.         CMV
Virus ini dapat menyebabkan Retinitis dan dapat menimbulkan kebutaam. Ensefalitis, Pnemonitis pada paru, infeksi saluran cernak yang dapat menyebabkan luka pada usus. Obat  :  Gansiklovir kapsul 1 gram tiga kali sehari.
d.        Jamur
Jamur yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah jamur Kandida. Obat  :  Nistatin  500.000 u per hari Flukonazol 100 mg per hari.
3.         Pengobatan Antiretroviral (ARV)
a.         Jangan gunakan obat tunggal atau 2 obat.
b.        Selalu gunakan minimal kombinasi 3 ARV disebut “HAART” (Highly Active Anti Retroviral therapy).
c.         Kombinasi ARV lini pertama pasien naïve (belum pernah pakai ARV sebelumnya) yang dianjurkan : 2NRTI + 1 NNRTI.
d.        Di Indonesia :Lini pertama          : AZT + 3TC + EFV atau NVP Alternatif: d4T + 3TC + EFV atau NVP AZT atau d4T + 3TC + 1PI (LPV/r).
e.         Terapi seumur hidup, mutlak perlu kepatuhan karena resiko cepat terjadi resisten bila sering lupa minum obat.
f.         PMTCT
Penularan HIV dari ibu ke bayi  (MTCT-mother-to-child transmission) selama proses kehamilan, persalinan dan kelahiran atau menyusui disebut sebagai penularan/transmisi perinatal. Penularan secara vertical terjadi dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya.  Penularan perinatal ini adalah cara penularan HIV yang paling sering pada bayi dan anak. Secara statistik di US diperkirakan 6,051 orang yang terinfeksi HIV secata perinatal akan mengalami AIDS pada akhir tahun 2005.
Untuk itu diperlukan program pencegahan penularan infeksi HIV dari ibu ke bayi (PMCT). Pogram pencegahan tersebut melibatkan ibu dengan infeksi HIV, anak mereka dan keluarganya ke dalam pengobatan, pelayanan dan dukungan. Dasar dari program pencegahan infeksi HIV ibu ke anak (PMTCT) :
1.        Tes HIV dan konseling.
2.        Obat antiretroviral (obat yang menurunkan pertambahan dan jumlah virus HIV).
3.        Pelayanan persalinan yang aman.
4.        Pelayanan pemberian nutrisi bagi bayi yang aman.
Pelayanan PMTCT melibatkan pasangan, dimana keduanya (ibu dan pasangan) harus sadar akan pentingnya hubungan seks yang aman selama kehamilan dan menyusui, keduanya melakukan tes dan konsultasi HIV, keduanya peduli dan disediakan pelayanan PMTCT. Faktor-faktor risiko penularan dari ibu ke bayi selama kehamilan :
1.        Viral load yang tinggi pada ibu ( HIV/AIDS baru atau tahap lanjut)
2.        Infeksi plasenta oleh virus, bakteri dan parasit (terutama malaria)
3.        Infeksi menular seksual
4.        Kurang gizi pada ibu.
Faktor-faktor risiko penularan dari ibu ke bayi selama persalian dan kelahiran :
1.        Viral load yang tinggi pada ibu ( HIV/AIDS baru atau tahap lanjut)
2.        Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum proses persalinan dimulai
3.        Cara kelahiran yang invasif
4.        Anak pertama pada kelahiran ganda
5.        Peradangan pada selaput yang menyelimuti janin (korioamnionitis)
     Faktor-faktor risiko penularan dari ibu ke bayi selama menyusui :
1.        Viral load yang tinggi pada ibu ( HIV/AIDS baru atau tahap lanjut)
2.        Durasi lama menyusui
3.        Pemberian air susu dengan nutrisi pengganti yang diberikan awal
4.        Abses payudara/ Peradangan atau lecet pada putting (cracked nipples)
5.        Kekurangan gizi pada ibu
6.        Penyakit mulut pada bayi
Oleh Karena itu strategi-strategi dari Pencegahan penularan dari ibu ke bayi (PMCTC) :
1.        Pencegahan infeksi HIV
a.         Promosi hubungan seksual yang bertanggung jawab dan aman
b.         Menyediakan akses kepada kondom
c.         Menyedialkan pelayanan untuk diagnosis dini dan pengobatan infeksi menular seksual
d.        Membuat tes HIV dan konseling tersedia luas
e.         Menyediakan konseling untuk perempuan HIV negatif
2.        Pencegahan kehamilan tak diinginkan pada perempuan dengan infeksi HIV :
a.         Menyediakan pelayanan keluarga berencana yang efektif
b.         Promosi kepada kontrasepsi yang aman dan efektif
c.         Promosi hubungan seks yang aman.
3.        Pencegahan penularan ibu ke bayi
a.         Menyediakan tes dan konseling HIV
b.         Menyediakan pengobatan dan pencegahan dengan obat antiretroviral
c.         Promosi praktek kelahiran yang aman
d.        Edukasi dan dukungan pada praktek pemberian nutrisi untuk bayi yang aman.
4.        Menyediakan pelayanan pengobatan, dukungan dan perawatan kepada perempuan dengan infeksi HIV, bayi dan keluarga mereka
a.         Menyediakan pelayanan pengobatan, perawatan dan dukungan kepada perempuan.
b.         Menyediakan diagnosis awal, prawatan dan dukungan kepada bayi dan anak yang terinfeksi HIV.
c.         Promosi kepada layanan berbasis komunitas untuk memberikan pelayanan keluarga yang menyeluruh.
 Dalam rangka pelaksanaan MDG (Millennium Development Goal) dengan indikator teknis dari kegiatan PMTCT adalah :
a.         Pada tahun 2015 menurunkan angka kesakitan HIV ibu hamil,
b.        Menurunkan tingkat penularan dari ibu ke anak dibawah 10 %.
Untuk itu beberapa kebijakan teknis PMTCT telah diambil oleh pemerintah, yaitu :
1.        Kebijakan umum pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dilaksanakan sejalan dengan kebijakan umum pada Kesehatan Ibu dan Anak dan kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS DI Indonesia.
2.        Layanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi diintegrasikan dengan paket pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dan layanan Keluarga Berencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan
3.        Semua perempuan yang datAng ke pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan mendapat informasi pencegahan penularan HIV selama masa kehamilan dan menyusui.
B.       Aspek Psikologis, meliputi :
1.         Perawatan personal dan dihargai
2.         Mempunyai seseorang untuk diajak bicara tentang masalah-masalahnya
3.         Jawaban-jawaban yang jujur dari lingkungannya
4.         Tindak lanjut medis
5.         Mengurangi penghalang untuk pengobatan
6.         Pendidikan/penyuluhan tentang kondisi mereka.
C.       Aspek Sosial.
Seorang penderita HIV AIDS setidaknya membutuhkan bentuk dukungan dari lingkungan sosialnya. Dimensi dukungan sosial meliputi 3 hal:
1.         Emotional support, miliputi; perasaan nyaman, dihargai, dicintai, dan diperhatikan.
2.         Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dan nasehat.
3.         Materials support, meliputi bantuan / pelayanan berupa sesuatu barang dalam mengatasi suatu masalah. (Nursalam, 2007)
Dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan yang akrab atau kualitas hubungan perkawinan dan keluarga barangkali merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting. House (2006) membedakan empat jenis dimensi dukungan social :
a.         Dukungan Emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap pasien dengan HIV AIDS yang bersangkutan.
b.          Dukungan Penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat / penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain.
c.         Dukungan Instrumental
Mencakup bantuan langsung misalnya orang memberi pinjaman uang, kepada penderita HIV AIDS yang membutuhkan untuk pengobatannya.
d.        Dukungan Informatif
Mencakup pemberian nasehat, petunjuk, sarana.
Penyakit AIDS sampai saat ini masih merupakan penyakit dengan jumlah kasus yang masih tinggi dan menjadi epidemi selama 20 tahun. Menghadapi percepatan penambahan kasus baru HIV perlu dilakukan akselerasi program penanggulangan AIDS.
Bersamaan dengan itu, akan dibangun sistem penanggulangan AIDS jangkapanjang yang mencakup program pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan. Sistem harus bersifat komprehensif dan efektif yang jangkauannya diperluas sejak tahun 2007 sampai tahun 2010. Secara umum Program Penanggulangan AIDS terdiri dari pengembangan kebijakan, program pencegahan, program perawatan, dukungan dan pengobatan, serta program mitigasi. 
2.6         Pencegahan HIV/AIDS
Implementasi program penanggulangan AIDS yang efektif memerlukan dukungan kebijakan, kejelasan strategi operasional dan panduan teknis. Beberapa hal yang  perlu dilakukan untuk mendukung implementasi program adalah sebagai berikut:
1.        Penelaahan dan pengembangan kebijakan untuk mendukung beberapa intervensi pokok untuk penanggulangan AIDS, antara lain kebijakan pemakaian kondom 100%, kebijakan penanganan penasun dan kebijakan yang menyangkut perawatan, dukungan dan pengobatan.
2.        Fasilitasi untuk pengembangan kebijakan dan kesepakatan pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam bentuk peraturan daerah untuk mendukung implementasi program penanggulangan AIDS.
3.        Pengembangan stategi operasional untuk beberapa intervensi pokok, antara lain strategi operasional untuk program komunikasi dan intervensi perubahan perilaku, strategi operasional untuk program penjangkauan orang muda, strategi operasional penjangkauan di tempat kerja.
4.        Penelaahan dan pengembangan panduan teknis untuk intervensi yang spesifik, antara lain panduan teknis untuk Voluntary Conseling and Testing(VCT), panduan teknis program penasun di penjara.
5.        Pengembangan kebijakan dan strategi untuk meningkatkan pencapaian target Universal Akses
6.        Pengembangan kebijakan dan strategi untuk meningkatkan pencapaian target MDG.
A.      Program Pencegahan
Program KIE untuk :
1.         Peningkatan awareness di sektor layanan kesehatan untuk mengurangi stigma dan diskriminasi di kalangan petugas kesehatan
2.         Peningkatan awareness pada kelompok risiko tinggi dan rentan
3.         Program VCT
4.         Program pengamanan darah donor terhadap Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV
5.         Program Pencegahan Transmisi Seksual
6.         Program Pencegahan Transmisi melalui jarum suntik
7.         Program Pencegahan Penularan dari Ibu ke bayi
8.         Program Pencegahan lainnya : Program untuk sub populasi muda
9.         Program Perawatan, Dukungan dan Pengobatan, mencakup:
a.         Laboratorium
b.        Gizi
c.         Paliatif
d.        Perawatan Berbasis Rumah
e.         Hotline Service
f.         Dukungan kelompok
g.        Terapi Infeksi Oportunistik
h.        Terapi Anti Retroviral
i.          Implementasi Program
B.       Penemuan & Tata Laksana Kasus
Kasus HIV/AIDS di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hingga September 2008, penderita AIDS yang dilaporkan berjumlah 13.958 orang. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (1997-2006) terjadi peningkatan kasus AIDS lebih dari 40 kali.
1.         Gejala dan Tanda
Bila seseorang terserang HIV gejala awalnya sama dengan gajala serangan penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti:
a.         Demam tinggi
b.        Malaise, flu, radang tenggorokan, sakit kepala, nyeri perut, pegal-pegal,
c.         Sangat lelah dan terasa meriang.
d.        Setelah beberapa hari s/d sekitar 2 (dua) minggu kemudian gejalanya hilang dan masuk ke fase laten (fase tenang disebut juga fase inkubasi).
Beberapa tahun s/d sekitar 10 (sepuluh) tahun kemudian baru muncul tanda dan gejala sebagai penderita AIDS. Tanda dan gejala AIDS tersebut diantaranya:
a.         Mencret sampai berbulan-bulan
b.         Berat badan menurun drastis
c.          Infeksi yang tidak kunjung sembuh
d.         Pucat dan lemah
e.          Gusi sering berdarah
f.          Berkeringat waktu malam hari
g.          Pembesaran di kelenjar getah bening, dll
2.         Cara Penularan
Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual. Melalui darah, yaitu:
a.         Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%
b.        Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%        
c.         Terpapar mukosa yang mengandung HIVm risiko penularan 0,0051%
d.        Transmisi dari ibu ke anak
e.         Selama kehamilan
f.         Saat persalinan, risiko penularan 50%
g.        Melalui air susu ibu (ASI) 14%
Pencegahan penularan HIV dari Ibu hamil ke anak dilaksanakan melalui 4 pilar :
1.        Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia produktif melalui ABCD ( Abstinence, Be Faithful, Condom use, Don’t use drug)
2.        Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV.
3.        Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV ke bayi yang dikandungnya (Kesehatan Ibu & Anak, VCT, Anti Retro Viral, Persalinan dan makanan bayi)
4.        Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV beserta bayi dan keluarganya.
Memperhatikan kebijakan PMTCT tersebut maka pelayanan PMTCT yang dilakukan sesuai dengan sasarannya :
a.         Untuk semua perempuan
1.         Antenatal Care
Perawatan kesehatan pada kehamilan melalui pemeriksaan kehamilan secara berkala sesuai dengan pedoman yang ada agar dapat dideteksi secara dini jika ada kelainan atau perlakuan khusus pada kehamilan yang terjadi.
2.         Penyuluhan tentang HIV
Penyuluhan tentang HIV meliputi apa itu HIV, bagaimana cara penularannya, bagaimana cara pencegahannya dan dukungan apa yang didapatkan jika seseorang dinyatakan HIV.
3.         Testing HIV
Testing HIV sampai saat ini dianjurkan melalui tahapan VCT (Voluntary Counseling and Testing) yaitu pemeriksaan status HIV secara sukarela dengan konseling dan testing di klinik VCT dengan tidak menghilangkan azas kerahasiaan dari klien.
4.         Testing pada pasangan
Testing pada pasangan ini sangat penting karena beberapa kasus HIV yang ditemukan disebabkan oleh pasangan yang HIV tapi tidak tidak terdeteksi sehingga tidak dilakukan upaya untuk mencegah terjadinya penularan dari pasangan yang HIV kepada pasangannya.
5.         Keluarga Berencana
Penggunaan alat kontrasepsi kondom, disamping untuk mencegah terjadinya kehamilan bisa juga mencegah terjadinya penularan HIV dari penderita HIV pada pasangannya.
b.        Perempuan dengan HIV Positif
1.         Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif
Layanan yang diberikan pada layanan kesehatan secara menyeluruh meliputi layanan pra persalinan, pasca persalinan dan kesehatan anak.
2.         Layanan konseling dan tes HIV secara sukarela
Konseling dan testing HIV secara sukarela dilakukan di klinik VCT, karena jika didapatkan status HIV maka klinik VCT akan menindaklanjuti dengan kegiatan PMTCT.
3.         Program ARV untuk PMTCT
Program ARV ( Anti Retro Viral Terapi ) pada PMTCT ini perlu dilakukan jika pasangan dengan ibu HIV ingin mempunyai anak. Dengan mengikuti program ARV maka kepadatan virus dapat ditekan sehingga dapat ditentukan kapan ibu HIV dapat melakukan hubungan suami istri tanpa menggunakan alat kontrasepsi untuk mendapatkan kehamilan.
4.         Konseling makanan bayi
Konseling makanan bayi dibutuhkan agar bayi yang dilahirkan benar-benar tidak tertular HIV.
5.         Dukungan psikososial
Karena masih besarnya stigma pada HIV maka dukungan psikososial ini perlu diberikan untuk memberikan kepercayaan pada penderita.
6.         Perawatan HIV
Perawatan HIV dilakukan untuk mengetahui perlu tidaknya seseorang itu mengikuti program-program yang ada pada kegiatan CST (Care Support and Treatment ( perawatan, dukungan dan pengobatan ) bagi penderita HIV.
7.         Diagnosa HIV untuk bayi
Diagnosa HIV untuk bayi perlu dilakukan untuk melihat apakah program PMTCT yang telah dilakukan benar-benar memberikan hasil yang maksimal.
c.         Perempuan dengan HIV Negatif
Konseling pencegahan penularan HIV untuk perilaku sehat agar tidak tertular HIV. Kesadaran perempuan atau pasangan usia subur untuk melakukan pemeriksaan status HIV merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam rangka pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak. Jika hal ini bisa dilakukan sedini mungkin maka penularan HIV bisa dicegah lebih awal dan persalinan yang diharapkan akan meneruskan generasi bangsa yang sehat dan kuat dapat terlaksana.
2.7         Peran Bidan Dalam Masyarakat
A.      Masa Antenatal
Penularan HIV dari ibu ke bayi selama masa kehamilan dapat terjadi melalui hubungan transplasenta dengan risiko 5 sampai 10%. Plasenta merupakan sumber bagi bayi untuk mendapatkan nutrisi selama berada di dalam kandungan. Jika plasenta telah terinfeksi virus HIV, darah ibu yang sudah terinfeksi tersebut akan bercampur dengan darah bayi sehingga resiko tertular HIV pada bayi sangat besar. Oleh karena itu, asuhan kebidanan komprehensif pada ibu hamil trimester I, II dan III dengan status HIV + sangat diperlukan diantaranya:
1.         Kepatuhan terhadap obat ARV.
2.         Pendidikan kesehatan mengenai nutrisi.
3.         Pendidikan kesehatan mengenai tanda dan gejala penyakit oportunistik HIV/AIDS dan IMS.
4.         Persiapan persalinan dan laktasi.
5.         Dukungan psikologis ibu.
6.         Perujukan apabila ada tindakan di luar kewenangan bidan.
7.         Informasi kelompok. (Ratimah dan Sinar 2011)
B.       Persalinan
Risiko penularan HIV AIDS dari ibu ke bayi pada masa persalinan terjadi sekitar 10 sampai 20%. Hal ini terjadi akibat:
1.         His sehingga tekanan pada plasenta meningkat maka terjadi sedikit pencampuran antara darah ibu dengan darah bayi, lebih sering terjadi jika plasenta meradang atau terinfeksi.
2.         Bayi terpapar darah dan lendir serviks pada saat melewati jalan lahir.
3.         Bayi kemungkinan terinfeksi karena menelan darah dan lendir serviks pada saat resusitasi. (Trisiani, 2011)
Peran bidan dalam memberikan asuhan persalinan komprehensif untuk mewujudkan persalinan yang aman, yaitu: Ibu, pasangan dan keluarga perlu dikonseling sehubungan cara persalinan.
1.         Seksio sesarea
Keuntungan : risiko penularan rendah dan terencana.
Kerugian      : perawatan ibu lama, memerlukan fasilitas pendukung, sarana pendukung, dan biaya yang mahal.
2.         Pervaginam
Keuntungan    :  mudah dilakukan di sarana kesehatan terbatas dan biaya yang diperlukan murah.
Kerugian         :  risiko penularan tinggi (kecuali bila ibu minum ARV teratur lebih dari 4 minggu dan Viral Load tidak terdeteksi).
3.         Bidan harus memperhatikan kondisi fisik ibu dalam persalinan.
4.         Pertolongan persalinan harus memperhatikan kewaspadaan universal standar.
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh bidan dalam asuhan persalinan pada wanita dengan HIV +:
1.        Menganggap semua ibu bersalin yang datang dengan HIV +.
2.        Meminimalkan pemeriksaan dalam atau vaginal toucher.
3.        Hindari partus lama.
4.        Memberikan oksitosin untuk mempersingkat persalinan pada saat yang tepat.
5.        Hindari pecah ketuban lebih dari 4 jam sebelum kala II dimulai.
6.        Hindari tindakan episiotomi.
7.        Hindari trauma pada bayi yaitu dengan persalinan buatan dengan vacuum atau forcep.
8.        Gunakan praktik transfusi aman dan minimalkan penggunaan transfusi darah
C.       Masa Nifas
1.         Asuhan yang berkelanjutan
a.         Pemeriksaan rutin ginekologi yaitu pap smear sangat penting dilakukan karena perempuan HIV+ dengan kadar CD4 <200cells/mikroliter memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami cervical dysplasia dan maligna, sehingga disarankan melakukan pap smear setiap 6 bulan. Apabila fasilitas tidak ada maka lakukan perujukan. Bidan hanya berwenang untuk mengambil apus vagina/serviks saja.
b.        Melakukan kajian ulang dan dukungan pemilihan makanan untuk bayi:
-          Ibu tidak menyusui: Berikan saran untuk menggunakan obat yang dapat mengurangi produksi ASI.
-          Ibu yang menyusui: Pastikan ibu mengetahui teknik menyusui yang benar, ibu membersihkan payudaranya 1 hari 1 x untuk mencegah masalah-masalah saat menyusui yang dapat meningkatkan transmisi HIV melalui air susu.
c.         Mendiskusikan rencana untuk VCT ibu dan pasangannya.
d.        Mendiskusikan mengenai aktivitas seksual pada masa postpartum dan perlindungan melawan infeksi HIV.
e.         Mendiskusikan alat KB dan menyarankan penggunaan kondom bila diperlukan.
f.         Memberikan rujukan untuk pemberian ARV untuk bayi.
g.        Memberikan pendidikan dan dorongan untuk pengasuhan bayinya.
h.        Melakukan kajian ulang tentang pencegahan infeksi dan berikan perhatian terhadap kondisi kesehatan yang memerlukan penanganan segera.
i.          Melakukan pemeriksaan lengkap.
j.          Menjadwalkan kunjungan ulang. (Pertiwi, 2011)
2.         Keluarga Berencana
Perencanaan penggunaan KB yang tepat harus didiskusikan sejak masa antenatal care dan sebelum ibu pulang. Di area dimana praktik menyusui dilakukan dalam jangka waktu yang lama, beberapa perempuan mengandalkan KB MAL (Metode Amenorea Laktasi) dan ini dapat hilang dengan perubahan pola makan bayi. Pemilihan alat kontrasepsi pada pasien HIV/AIDS disesuaikan dengan kondisi pasien. Pemilihan KB hormonal tidak memberikan perlindungan terhadap penyakit HIV yang diderita. Alat kontrasepsi yang dapat dipilih untuk menghindari transmisi HIV/ AIDS yakni kondom.
D.      Kesehatan Reproduksi Remaja
Pada remaja yang telah terinfeksi virus HIV, asuhan komprehensif yang dapat dilakukan:
1.         Konseling setelah testing HIV
Konseling ini berisikan upaya meningkatkan kualitas hidup remaja tersebut, kepatuhan terhadap ARV untuk menghambat replikasi virus HIV, serta upaya mencegah penularan virus HIV ke orang lain.
2.         Memberikan dukungan moral, tidak melakukan diskriminasi, dan stigma.
3.         Menjaga kerahasiaan penderita HIV bersama pasangannya.
4.         Perujukan untuk pemberian ARV.
E.       Pendidikan Kesehatan
1.         Pendidikan Kesehatan Reproduksi oleh Bidan melalui Sekaa Teruna Teruni (STT)
Teruna-teruni berasal dari kata teruna. Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diakses secara online memberikan informasi mengenai arti kata teruna. Teruna memiliki arti pemuda. (Setiawan, 2012). Clifford Geertz dalam penelitiannya di Desa Tihingan, Klungkung, Bali, menemukan sekaa sebagai lembaga atau kelompok sosial. Sekaa itu merupakan suatu organisasi yang dibentuk untuk mencapai suatu tujuan atau maksud yang khusus. Sekaa didirikan untuk sementara waktu bahkan hingga bertahun-tahun. Kelompok ini dapat berfungsi untuk membantu melakukan satu tugas atau berlangsung dari tugas satu ke lainnya. Adapun sekaa tidak pernah sejajar tetapi selalu melintang batas-batas kesatuan sosial yang lain, seolah-olah mempersatukan orang-orang dari berbagai golongan, semata-mata atas dasar pertalian persahabatan yang memiliki persamaan kebutuhan (Sanjaya, 2010). Berdasarkan hal tersebut Sekaa Teruna Teruni merupakan suatu organisasi pemuda dan pemudi dari berbagai golongan yang dibentuk semata-mata atas dasar pertalian persahabatan dan memiliki persamaan kebutuhan untuk mencapai tujuan.
Kegiatan dalam Sekaa Teruna-Teruni hanya meliputi kegiatan yang ada dalam suatu desa adat atau banjar namun tetap memiliki peranan yang sangat penting. Keberadaan dari Seka Teruna-Teruni di Bali lumayan banyak dan mulai menyebar (Adnyana, 2011). Keberadaan dari organisasi ini dapat dimanfaatkan oleh bidan sesuai dengan tugasnya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada remaja. Pemberian informasi mengenai pendidikan kesehatan kepada remaja dapat diberikan melalui penyuluhan atau pamflet. Penyuluhan ini dapat diberikan dengan cara diadakannya pertemuan antara remaja, tokoh masyarakat dan bidan. Bidan dapat langsung memberikan penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi remaja terutama mengenai HIV/AIDS. Bidan dapat menggunakan perantara foto atau video karena remaja akan lebih tertarik apabila remaja dapat melihat secara lisan melalui foto atau video tersebut. Jadi diharapkan penyampaian informasi lebih dapat diterima dengan baik oleh remaja dan dapat diterapkan atau remaja tersebut dapat menyebarkan informasi tersebut kepada orang-orang yang ada disekitarnya.
2.         Pendidikan Kesehatan Reproduksi oleh Bidan melalui Organisasi Pendukung di Instansi Pendidikan
KSPAN (Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba) dan PIK (Pusat Infomasi Konseling) telah dibentuk di sekolah seperti PIK-KRR dan PIK juga dibentuk di perguruan tinggi seperti PIK-M Yowana Bhakti. KSPAN merupakan sebuah kelompok yang biasanya ada di sekolah-sekolah terutama di tingkat SMP  (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Kelompok KSPAN ini bertujuan untuk mencegah penularan HIV/AIDS dan penggunaan narkoba dalam masyarakat terutama kalangan remaja. Tugas-tugas anggota KSPAN adalah memahami narkoba dan HIV dan memberikan penyuluhan kepada orang lain seperti warga sekolah atau bahkan masyarakat sekitar (Roger, 2010). PIK KRR (Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja) adalah suatu wadah kegiatan program KRR yang dikelola dari, oleh, dan untuk remaja guna memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang kesehatan reproduksi remaja serta kegiatan-kegiatan penunjang lainnya (BKKBN, 2008) Selain KSPAN dan PIK, juga terdapat UKS (Unit Kesehatan Siswa) disetiap sekolah mulai dari SD (Sekolah Dasar) hingga SMA. UKS, KSPAN, dan PIK dalam dunia anak, remaja dan dewasa muda dapat membantu tenaga kesehatan untuk merangkul masyarakat agar terselamatkan dari bahaya HIV/AIDS dan Narkoba serta hidup sesuai dengan PHBS.
Bidan memiliki ruang lingkup pelayanan yang bersifat menyeluruh mulai dari remaja, keluarga berencana, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi, balita dan anak usia prasekolah serta masa menopause. Dalam tugasnya menangani remaja, bidan dapat menjadi pelaksana dan pendidik. Bidan dapat memberikan pendidikan dan informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja dan sebagainya. Pemberian pendidikan dapat dilakukan bidan dengan masuk ke perkumpulan yang telah dibentuk dan diikuti oleh para remaja dan dewasa muda. Bidan dapat memberikan penyuluhan-penyuluhan terkait HIV dan AIDS. Kelompok yang telah dibentuk disebuah instansi pendidikan seperti UKS, KSPAN, PIK dapat memberikan pemahaman kepada siswa mengenai HIV dan AIDS, tanda dan gejala, pencegahan, penularan, penatalaksanaan HIV dan AIDS serta informasi kesehatan lainnya.
Bidan dalam hal ini bertugas untuk memberikan edukasi kepada siswa-siswa dalam organisasi tersebut, sehingga mereka paham dan mengerti dengan HIV/AIDS dan dapat mengimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan edukasi ini diharapkan siswa-siswa tersebut dapat menyalurkan informasi yang diperolehnya kepada orang lain khususnya teman sebaya bahkan masyarakat umum, sehingga dengan menyebarluasnya informasi HIV AIDS tersebut dapat menurunkan angka kejadian penularan HIV/AIDS.
3.         Pendidikan Kesehatan Reproduksi oleh Bidan melalui PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga)
PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) merupakan sebuah gerakan yang tumbuh dari bawah dengan perempuan sebagai penggerak dan dinamisatornya dalam membangun, membina, dan membentuk keluarga guna mewujudkan kesejahteraan keluarga sebagai unit kelompok terkecil dalam masyarakat. PKK ini sebagai salah satu wadah organisasi perempuan dimasyarakat Desa dan Kelurahan (Bapemas, 2009). Peran bidan dalam pemberantasan PMS juga ditegaskan dalam kompetensi ke-2 Permenkes No. 900/MENKES/SK/VII/2002 (Dhyna, 2012):
a.       Penyuluhan kesehatan mengenai PMS, HIV/AIDS, dan kelangsungan hidup anak.
b.      Tanda dan gejala infeksi saluran kemih dan penyakit menular seksual yang lazim terjadi.
Peran bidan dalam sebagai upaya pemberantasan penyakit HIV/AIDS disamping ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan. Peran bidan lainnya diarahkan juga kepada upaya pencegahan yang dilakukan melalui skrening HIV/AIDS terhadap darah donor, mengetahui persentasi donor darah yang discreening terhadap HIV-AIDS, upaya pemantauan dan pengobatan penderita penyakit menular seksual (PMS) serta meningkatkan cakupan penanganan kasus HIV-AIDS, infeksi menular seksual. Organisasi PKK dapat membantu peran bidan dalam deteksi dini unyuk menvegah meningkatanya angka morbiditas dan mortalitas dari infeksi HIV. Bidan dapat berperan sebagai:
a.         Role model yaitu memberi contoh sikap yang baik pada masyarakat.
b.         Memberikan konseling pada ibu-ibu kelompok PKK tentang kesehatan reproduksi sehingga kompetensi menjadi konselor hendaknya dimiliki bidan untuk mengambil peran ini.
c.         Memberikan konseling pada ibu-ibu kelompok PKK tentang penyebab dan akibat PMS
d.        Bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam pelaksanaan penyuluhan pada masyarakat.
e.         Mewaspadai gejala – gejala dan mendeteksi dini adanya PMS.
5.        Pendidikan Kesehatan Reproduksi oleh Bidan melalui Posyandu
Bidan juga berperan sebagai bidan pendidik di Pos Pelayanan Terpadu. Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) adalah salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Abduh, 2012). Angka kematian ibu dan bayi salah satunya disebabkan oleh HIV-AIDS. Selain memberikan pelayanan kesehatan di posyandu seperti pemeriksaan tekanan darah, pemberian vitamin pada bayi dan balita, penimbangan berat badan, tenaga kesehatan seperti bidan juga dapat memberikan penyuluhan mengenai HIV-AIDS di posyandu. Bidan dapat berkolaborasi dengan dokter untuk memberikan penyuluhan tersebut. Bidan memberikan pendidikan pengertian, tanda dan gejala, cara penularan, pencegahan penularan HIV-AIDS dan program pemeriksaan HIV-AIDS. Adanya pemberian penyuluhan seperti ini dapat menyadarkan warga untuk tetap setia pada pasangan agar nantinya saat wanita hamil, dapat menjaga kehamilannya dan bayi tidak tertular virus tersebut. Informasi tersebut dapat membuat warga yang datang ke posyandu terutama ibu bersedia secara sukarela menjalani tes HIV.. Hal ini dapat membantu menurunkan angka penularan, mortalitas dan morbiditas dari infeksi HIV-AIDS.
6.        Pendidikan Kesehatan Reproduksi oleh Bidan melalui Dasa Wisma
Dasa (sepuluh) dan wisma (rumah). Dasawisma, yakni unit terkecil kelompok PKK yang terdiri dari 10 anggota rumah tangga. Dari 10 anggota itu,  ada seorang penanggung jawab untuk memantau kondisi rumah tangga yang lain. Pengumpulan dana, kuesioner, tertib administrasi adalah beberapa contoh tanggung jawab ketua dawis, untuk kemudian hasilnya diteruskan ke ketua PKK (Wahyuni, 2012).  
Prinsip dasawisma adalah pengawasan dan pemberdayaan hingga ke masyarakat bawah dan menyentuh unit masyarakat terkecil, yakni keluarga. Dasawisma sebagai kelompok terkecil dari kelompok-kelompok PKK memiliki peran strategis mewujudkan keluarga sejahtera. Untuk itu, di harapkan agar dasawisma menjadi ujung tombak pelaksanaan 10 program pokok PKK dan program pemerintah karena sebagai mitra. Sepuluh Program PKK tersebut antara lain:
1.         Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
2.         Gotong royong
3.         Pangan
4.         Sandang
5.         Perumahan dan Tata Laksana Rumah Tangga
6.         Pendidikan dan Keterampilan
7.         Kesehatan
8.         Pengembangan Kehidupan Berkoperasi
9.         Kelestarian Lingkungan Hidup
10.     Perencanaan Sehat
Tugas kader dasawisma seperti mencatat setiap data anggota keluarga, data ibu melahirkan, data kelahiran bayi, data kematian bayi serta kegiatan lainya, data tersebut didata melalui kelompok sesuai buku catatan yang telah ditentukan. Tugas lain dari kader dasa wisma adalah menyampaikan informasi dari tim penggerak PKK kelurahan dan desa kepada kelompok atau sebaliknya, serta menyampaikan usulan maupun saran warga berkaitan dengan kegiatan. Tugas tersebut sangat bermanfaat bagi perencanaan dan evaluasi dalam mengetahui keadaan penduduk. Keberadaan Dasa Wisma dapat membantu bidan dalam mengetahui kondisi perkembangan setiap anggota masyarakat, membantu pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan sumber daya manusia.
Disinilah bidan dapat  berperan aktif dan menyatu bersama masyarakat dengan memberikan penyuluhan dan pendidikan kesehatan terkait penyebaran penyakit HIV/AIDS yang sedang merajalela saat ini. Pemberian informasi kepada dasa wisma mengenai HIV-AIDS sangat penting mengingat tugas dari kelompok ini sendiri yang selalu bersentuhan dengan lingkungan. 
BAB III
PENUTUP

3.1          Kesimpulan
HIV merupakan sebuah virus berbahaya yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Selain itu, virus inilah yang menyebabkan AIDS.
AIDS (Aqcuired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penurunan kekebalan tubuh sehingga tubuh rentan terhadap penyakit lain yang mematikan. Cara penularan HIV yang paling umum ialah melalui senggama, transfusi darah, jarum suntik dan kehamilan. Penularan lewat produk darah lain, seperti ludah, kotoran, keringat, dll. secara teoritis mungkin bisa terjadi, namun resikonya sangat kecil.
3.2         Saran
Sebagai tenaga kesehatan sudah menjadi kewajiban untuk memerangi infeksi menular seksual dan HIV/ AIDS. Sebagai remaja dan masyarakat umum agar dapat mencegah infeksi menular seksual dan HIV/ AIDS.

DAFTAR PUSTAKA

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series
Muhajir. 2007. Pendidkan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Bandung: Erlangga
            Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog Kedokteran. Jakarta Barat: Binarupa Aksara
Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series
Abduh, A. H., 2012, Perturan Daerah Kota Mataram Nomor: 8 Tahun 2012, (online), available: http://mataramkota.go.id/download-perda-15.html‎, diakses pada 18 maret 2016 pukul 21.00 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertiang Diit serta Perbedaan Diit dengan Diet

Makalah Fraktur Humerus Dan Fraktur Clavikula

D3 kebidanan dan D4 kebidanan